Maka jangan biarkan gelap menguasai,
Sebab aku serasa mati…
Di ujung malam bersisian gundah
gerimis mulai meluruh jatuh
Aku masih saja menggumuli pekat
Dalam buaian desir lewat terpa sang angin
Kesunyian pun kian menampar hati.
Rintiknya menghantar irama sendu dikedalaman khayal.
Atau tengah menekuri cakrawala
dulu biasa kita lakukan berdua
Meradang aku lantaran tiadamu
Pekik hati seperti tak lagi miliki makna.
Maka jangan biarkan aku sendiri,
Sebab aku terbiasa denganmu.
Maka jangan biarkan gelap menguasai,
Sebab aku serasa mati…
#gerhanapelangi
Jumat, 30 Agustus 2013
MASIH ADA KAMBOJA
memang saat ini
tak ada bulan
apalagi gerhana
tapi wangi kamboja
meruak diselipan malam
karena rasa menampar rindu
pada biduk yang kian lusuh
bulang tak lagi gerhana
tapi masih ada kamboja
kamboja masih ada
kamboja masih ada
kamboja masih ada
wanginya
tak ada bulan
apalagi gerhana
tapi wangi kamboja
meruak diselipan malam
karena rasa menampar rindu
pada biduk yang kian lusuh
bulang tak lagi gerhana
tapi masih ada kamboja
kamboja masih ada
kamboja masih ada
kamboja masih ada
wanginya
TERTUNDUK MALANG
Tertunduk menghadap bulan
Dalam matanya terisi sepi Batin
secuilpun
merintih bergelut senda
Tak berurai kata
terjaga Setia
Dan masih disitu
Sebelum malam jdi layu
terang dan hilang
dalam syair penggembala malang
Dalam matanya terisi sepi Batin
secuilpun
merintih bergelut senda
Tak berurai kata
terjaga Setia
Dan masih disitu
Sebelum malam jdi layu
terang dan hilang
dalam syair penggembala malang
LELAKI DALAM BALUTAN MALAM
------------------------------
lelaki dalam balutan malam
diam menikam
dadanya terhunus parang malam
menggigil sepi
menghadang muka pencuri
membunuh dalam sepi
meninggi
Sedang suara habis terbawa angin Resah
sumpah
serapah
Kemudian diam
lelaki dalam balutan malam
diam menikam
dadanya terhunus parang malam
diam menikam
KATA YANG TERLUKA
(ini hanya sekedar kata)
------------------------------------
kemarin masih tersisa
sayatan kecil tidak lepas ditutupi
apalagi sembunyi
juga tak mungkin jadi prasasti
-kemarin itu ada luka-
arogansi menjauhkan getaran hati
bahkan membunuh toleransi
dan melepas nurani juga moralisasi
jabatan mengagungkan kebesaranmu
menyedekahkan hati untuk semu
bahkan rasa [jontonaisme]* hilang
tertikam batu
dimana martabatmu
akan kau tanam takkala tuak dalam
nawing
yang engkau tuang tunpah tak terbendung
lalu apa yang hendak kau pikir
setelah itu??
sebab kemarin masih tersisa
sayatan kecil tidak sembuh ditutupi
apalagi sembunyi
juga tak mungkin jadi prasasti
so, mere atabele raya metearo
bo sare uhe
sebab kemarin itu masih ada luka
----------------------------------------
sekedar berkata-kata menanggapi kisruh bides dan kades di desa jontona,
kecamata ile ape, kabupaten lembata, Provinsi NTT. catatan:
nawing= sejenis tempat yang dibuat dari bambu untuk meenaamung air lontar, sering dipakai untuk urusan adat
mere atabele raya metearo bo sare uhe: kalau sudah mejadi pejabat, laksanakan tugas dengan baik
Rabu, 28 Agustus 2013
ELOK RUPA, TAK SEINDAH KABAR
Ketika kita menghargai kera dan diapun menghargai kita. tampak salah seorang pengunjung sedang berfoto bersama kera di Bukit Sari Sangeh |
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
boro dengan kerah di obyek wisata sari sangeh/doc.boro |
Objek wisata Sangeh, di Desa Sangeh, Badung Utara,
Kabupaten Badung sudah terkenal sejak dahulu dengan sebutan monkey
forrest-karena konon keberadaan Kera di hutan Homogen Sangeh itu sudah ada
sejak abad ke 17 silam. Indah. Sejuk dan nyaman. Dikelolah menjadi obyek
pariwisata sejak tahun 1970-an pernah mencapai kejayaan diawal 1980-an. Akhir-akhir
ini Sangeh, hilang kabar. Kabar tentang Sangeh tak lagi indah seelok rupanya. Kini
Sangeh tak lagi disebut sebagai Monkey Forest-tetapi sudah berganti nama
menjadi Bukit Sari Sangeh dengan harapan kabar pun jadi indah, serupa Sangeh
yang elok.
Sangeh atau saat ini dikenal dengan nama Bukit Sari
Sangeh, terletak di Desa Sangeh, Kecamatan Abiansemal, Badung Utara-Kabupaten
Badung. Jarak dari Denpasar sekitar 21 KM. Bukit Sari Sangeh sejak 1 Januari
1969, dikelolah menjadi obyek wisata oleh Desa Adat Sangeh. Dari dana punia atau urunan Sangeh di kelolah
menbjadi obyek wisata yang layak di jual. Dan benar, tahun 1970an sampai dengan
1980-an sangeh merupakan obyek wisata favorit turis asing yang berlibur ke
Bali.
“Sangeh dulu itu menjadi Favorit wisata turis asing,
tahun 1970 sampai 1980an. Orang kenal Bali selain Pantai Sanur, Sangeh
merupakan obyek wisata yang paling digemari saat itu,” ungkap Made Sumohon,
Kepala Pengelolah Obyek Wisata Bukit Sari Sangeh, 26 Juli 2013.
made sumohon |
Sumohon lalu menceritakan bahwa ketenaran Sangeh
pudar dengan kejadian yang tidak diduga yakni peyerangan Kera terhadap beberapa
pengunjung. Salah satunya adalah, demikian Sumohon, seorang sutradara Film yang
sedang melakukan shooting film di Hutan Sangeh diserang Kera karena menendang
Raja Kera lantaran lantaran tidak terima dengan perlakuan raja Kera yang
merebut daun papaya yang dijadikan sebagai perlengakapan film.
“Ada beberapa kejadian lainnya. Memang dulu Kera disini
liar. Ada yang suka mengambil kaca mata. Ada yang suka mengambil topi. Ada juga
yang suka mengambil perhiasan pengunjung dan barang bawaan pengunjung lainnya,”
ungkap Sumohon.
Karena kejadian penyerangan tersebut dan beberapa
kejadian lainnya, Sangeh lalu hilang. Obyek Wisata yang penuh misteri ini
pernah dihilangkan dari peta pariwisata Pulau Bali.
Soal keliaran Kera ini, dulu ada seorang bernama I
Nyoman Sura, seorang juru kunci Bukit Sari Sangeh yang melakukan tugasnya Pawang-selain
sebagai tukang sapu. “Pawang itu sudah meninggal dan sampai dengan saat ini
sudah tidak ada pawing lagi,” ungkap Sumohon.
1,2,3,4--foto dengan kerah di sangeh//boro |
Walau tak ada Pawang, Kera saat ini tidak lagi liar.
Sudah jinak. Mereka sudah tidak suka mencuri dan merebut barang bawaan
pengunjung. Menurut Sunmohon, Kera yang dulunya liar dan suka mencuri karena
tidak diperhatikan. Tidak beri makan. Dan banyak pengunjung tak mengerti dengan
karakter kera.
Sangeh atau Bukit Sari sempat mati suri dan hilang
dari promosi pariwisata sejak 1990an. Tahun 2003, berdasarkan rapat Desa Adat
Sangeh, disepakati untuk mengelolah kembali.
Alhasil, dengan pengelolaan yang dilakukan oleh Desa
Adat Sangeh ini, Kera pun tak lagi liar. pengelolaan diserahkan kepada utusan
lima banjar yakni banjar Batu Sari, Banjar Bahmana, Banjar Sibang, Banjar
Pemijian dan Banjar Muluk Babi.
Sudah sembilan tahun Sunmohon bersama 20 orang
lainnya menjadi pengelolah Bukit Sari Sangeh dengan luas hamper 14 hektar
dengan jumlah Kera sebanyak 600-700 ekor kera.
Gerakan promosipun kembali dilakukan oleh Sumohon
bersama desa adapt. Usaha ini promosi kembali Bukit Sari Sangeh ini membawa
trend positip. Jumlah pengunjungpun bergerak naik.
lanang wadong-pohon berjenis kelami dua//boro |
Berdasarkan data yang dipaparkan oleh Sumohon,
kepada Suluh Bali, pada tahun 2003 pengunjung tidak mencapai 100 ribu orang,
hanya mencapai angka 80.531 pengunjung. Dan laporan per akhir 2011 pengunjung
sudah mencapai angka 204.808 pengunjung. pada tahun 2004 pengunjung mencapai
127.648, tahun 2005 153.453, 2006 dan 2007 masing-masing mencapai 153.400 dan
164.194 pengunjung. Kunjungan ke sangeh mencapai angkah 201.901 pada tahun
2008, meningkat terus di tahun 2009 dan 2010 dengan jumlah masing-masing
206.613 dan 227.102 pengunjung.
Melihat trend pengunjung yang semakin tertarik
kembali ke Bukit Sari Sangeh, pihak pengelolahpun terus melakukan kerja sama
dengan berbagai pihak termasuk dengan guid freelance.
“Kami bekerja sama dengan berbagai pihak termasuk
dengan Guide freelance beberapa hotel dan biro jasa,” ungkap Sumohon seraya
meminta agar pemerintah Kabupaten Badung dan Pemerintrah Provinsi bias merespon
usaha pengelolaan Bukit Sari Sangeh dengan memasukan dalam paket wisata.
Misalnya, sebut Sumohon, paket wisata saat ini yang
sudah berjalan adalah Sangeh-Taman Ayun-Joger-Bedugul. Dia berharap agar,
semakin Bukit Sari Sangeh dimasukkan dalamk pekt wisata, yakinnya Bukit Sari
Sangeh akan kembali obyek wisata favorit.
Kisah Unik
dibalik Bukit Sari Sangeh
Banyak kisah
terurai dibalik kemolekan bukit sari sangeh. Bantyak cerita misteri yang
memancing rasa penasaran untuk mengetahui lebih jauh tentang sangeh dan Bukit
Sarinya. Sangeh bukan saja soal kera. Juga tidak hanya soal hutan homogennya.
Masih banyak lagi cerita misteri yang sulit untuk dipercaya tetapi ini nyata.
Ada seribuh kisah unik dibalik kemolekan Bukit Sari Sangeh seperti yang
dituturkan Ketut Sudana-salah sworang penjaga di Bukit Sari Sangeh.
36 Bangunan Suci Dijaga Ratusan Tentara Kera
Hutan
Bukit Sari menyimpan banyak misteri yang belum terkuak. Dalam hutan ini
terdapat beberapa pura seperti Pura Melanting, Pura Tirta, Pura anyar dan yang
terbesar adalah Pura Bukit Sari. Jumlah bangunan yang ada di Bukit Sari Sangeh
berjumlah 36 buah.
praajurit kerah di sangeh//boro |
Berdasar
catatan sejarah, Pura Bukit Sari terkait erat dengan Kerajaan Mengwi, dan
dibangun oleh Anak Agung Anglurah Made Karang Asem Sakti, yang merupakan anak
angkat dari Raja Mengwi Cokorda Sakti Blambangan.
Ada
palinggih utama dan ada pelengkap. Ada Pelinggih Padmasari penyawangan Ulun
Danu Beratan.
Ada
dua Padmasari sebagai Pelinggih Ratu Puncak Kangin dan Ratu Puncak Kauh.
Kemungkinan pelinggih ini untuk penyawangan ke Gunung Agung dan ke Pura Batur
atau Ratu Batara Melanting.
Ada
Pelinggih Meru Tumpang Sembilan. Ada Pelinggih Padmasana sebagai pemujaan
Batara Sada Siwa. Ada empat Padmasari lagi masing-masing sebagai pemujaan Pucak
Batur, sebagai Pelinggih Ratu Entap, Ratu Manik Galih dan Batara Wisnu.
Berbagai
gagasan hidup untuk mendapatkan kehidupan yang sejahtera lahir batin di bumi
ini divisualkan dalam wujud bangunan suci dan ritual sakral di Pura Besakih.
Sedangkan
pemujaan pada Ida Batara Melanting dalam tradisi Hindu di Bali sebagai Dewa
Pasar.
Pura
Bukit Sari berada di tengah hutan pala Desa Sangeh, Badung bagian utara.
Kawasan pura ini merupakan salah satu obyek wisata yang menggoda. Betapa tidak,
pura yang tenang itu tampak seperti sebuah istana yang dikawal oleh ratusan
pasukan kera.
Sangeh dan Pohon Pala
Nama Sangeh
diyakini masyarakat sekitar terkait erat dengan Hutan Pala, yang berasal dari
dua kata “Sang” yang berarti orang dan “Ngeh” yang berarti melihat, atau orang
yang melihat.
Konon kayu-kayu
Pala dalam perjalanan dari Gunung Agung di Bali Timur menuju perjalanan ke Bali
Barat, tapi karena ada orang yang melihat, pohon-pohon tersebut berhenti di
tempat yang sekarang dikenal sebagai Sangeh.
kawasan hutan
homogen seluas ini dengan luas 14 hektar berisikan hutan Pala (Dipterocarpus
trinervis) yang berumur ratusan tahun. Ada sekitar 200 pohon yang sudah
berumur sekitar 300 tahun.
Kera pun Menghilang Saat Melasti
Masyarakat
sekitar menganggap kera-Kera di Sangeh sebagai jelmaan Prajurit Putri yang
dianggap sebagai Kera suci, sehingga keberadaan mereka tak boleh diganggu
karena mereka dianggap membawa berkah bagi masyarakat Sangeh.
Seperti layaknya
kehidupan manusia Bali, mereka mempunyai 3 kelompok atau Banjar, masing-masing
Banjar Timur, Banjar Tengah dan Banjar Barat dimana setiap banjar memiliki
pemimpin kelompok.
Dalam kehidupan
kelompok para Kera juga mengenal persaingan antara pejantan untuk memperebutkan
menjadi Raja dan masing-masing kelompok akan memperebutkan wilayah kekuasaan di
Banjar Tengah yang memiliki sumber makanan terbanyak.
Siapapun boleh
berkunjung ke tempat ini, kecuali bagi wanita yang sedang haid atau orang yang
sedang ditinggal mati keluarganya. Hal tersebut untuk menjaga kesakralan pura
yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Sangeh.
Uniknya kera-Kera
ini tidak akan kelihatan atau menghilang saat hari besar keagamaan dan juga
bila upacara melasti di Desa Adat Sangeh. Saat melasti sedang belangsung di
pagi hari, tidak ada satupun Kera yang muncul. Akan tetapi saat melasti selesai
sore hari, kerapun terlihat begitu banyak dan bergerombol seperti biasa.
Pohon Berjenis
Kelamin Dua
Selain Kera ada
sebatang pohon unik karena berjenis kelamin. Satu pohon berjenis kelamin
dua-masyarakat setempat biasa menyebutnya pohon Lanang Wadon, karena
bagian bawah pohon itu berlubang sehingga menyerupai alat kelamin perempuan,
sedangkan di tengah lubang tersebut tumbuh batang yang mengarah ke bawah yang
terlihat seperti alat kelamin pria.
Pohon itu tumbuh
persis di pelataran depan tempat wisata Sangeh dan sebenarnya merupakan pohon
pule. Sementara di Bali, pohon pule memiliki banyak keistimewaan yang digunakan
untuk keperluan khusus, misalnya membuat topeng yang dipakai sebagai sungsungan
dan barong. #sandrowangak
DAN JEMARI RENTAH ITU TERUS MENARI (4)
Menghitung Sidik Jari Dari Ujung Jari Di Hayam Wuruk
---------------------------------------------------------------------------
Kisah
pelukis ujung jari yang kemudian membranding jadi lukisan sidik jari masih
panjang. Kisahhnya terus mengalir. Setiap kejadian direkam dengan jejak yang
kian jelas oleh sang pemilik. Ngurah Gede Pemecutan. Bahwa memiliki museum
sendiri untuk menyimpan kisah hidupnya adalah cita-citanya sejak dirinya masih
sekolah.
Dan
benar. Uang hasil tabungan dan pameran tunggal di Surabaya 1969, Ngurah
Pemecutan membeli sebidang tanah di bilangan Hayam Wuruk seluas 1792 m2.
Dia memilih tanah ini karena saat itu ada sebuah gubuk pelukis namanya Bambang
Sugeng, berukuran 3 x 6, tempat para pelukis handal zaman itu-sebut saja,
Affandi, Rusli dan Wayan Kaya melukis. Dia membeli tanah persis dibelakang
gubuk itu. dengan harapan suatu saat dia bisa melukis bersama dengan mereka.
Setahun
kemudian 1970, dia mulai membangun gubuk miliknya. Semacam studio mini tempat
dia melukis. Ukurannya tidak besar saat itu. Hanya seluas 5 x 20 m2
berlantai tanah. Berdinding gedeg.
Secara
bertahap Ngurah Pemecutan memnbangun gubugnya ini. cita-citanya adalah museum.
Dari dinging gedeg, pada tahun 1974 s/d 1975 dindiung gedeg diganti dengan
tembok. Sementara gedeg yang tadinya dipakai untuk didinging beralih fungsi
menja di plafon. “Semua ini saya bangun dari kerja keras dan keringat saya. Semuanya
saya lakukan karena prinsip sudah kuat. Saya harus bandel sepertti kata konsul
Amerika, Lukacini dan menteri itu. dan secara bertahap melakukan perbaikan dari
tahun ke tahun,”kisahnya.
Perjuangan
panjang Ngurah Gede Pemecutan terwujud pada tahun 1993 ketika gedung museumnya
rampung berdiri. Puluhan tahunn memang sejak tahun 1969 sampai dengan 1993.
Waktu yang panjang untuk mewujudkan cita-cita. Membangun gedung museum pribadi.
Museum inni akhirnya diresmikan pada tahun 1995 setelah pada tahun 1994
mendapat pengakuan dari menteri pendidikan dan kebudayaan RI. Tujuan museum ini
awalnya hanya untuk menyimpan hasil karyanya. Hasil lukisan ujung jari.
Dan
pemberian nama museum sidik jaripun tak kalah menarik. Serba kebetulan. Tidak
ada perencanaan. Pasalnya, nama sidik jari muncul secara tiba-tiba saat dirinya
memasang papan nama di depan gedung tersebut. Papan nama yang belum ada
tulisan. saat papan nama sudah terpasang, tiba-tiba muncul nama Sidik Jari.
“Tiba-tiba saja muncul. Dan saya langsung menulis nama museum ini dengan nama
sidik jari di papan itu,” ungkapnya.
Ternyata
ada filosofinya tersendiri dibalik penamaan museum ini sebagai Museum Sidik
Jari yakni sangat berkaitan dengan cara yang dipakai ketika membuat tulisan
dimana ujung jari diolesi oleh aneka ragam cat sesuai dengan kepentingan
lukisan yang bersumber dari imajinasi pelukisnya. Cocok dengan corak
lukisannya.
Saat
Ngurah Pemecutan mengajak Detik Bali
masuk ke ruangan tempat dia biasa melukis terpampang sekian banyak
lukisan dengan berbagai ukuran. Sesuai namanya, museum ini menyimpan lukisan
yang hampir semuanya dibuat dengan menggunakan ujung jari. Maka, tak heran
kalau sekilas yang tampak kanvas itu hanya diisi oleh bulatan-bulatan kecil.
Untuk melihat objek lukisan, perlu diperhatikan lagi dengan saksama. Seperti
lukisan berjudul Tari Baris yang terdapat di sudut ruang. Di dalamnya, tampak
seorang wanita berkostum adat Bali sedang menari dengan kedua belah tangan yang
terbuka.
Lalu,
ada efek bulatan-bulatan kecil di mahkotanya yang berwarna putih dan sepanjang
kostum. Efek yang sama, lebih kentara lagi, pada lukisan yang dipajang di ruang
berikutnya.
Hampir semua tampak penuh dengan bulatan-bulatan kecil. Dari mulai judulnya Aquarium, Ke Pura, Tari Legong, Penari Janger, Bunga Lely, dan Jalang di Kampung. Diperkirakan ada sekitar dua ratusan karya yang dipajang di tiga ruang terpisah. Koleksi yang dipamer saat itu baru sebagian dari seluruh karya yang sudah dihasilkan oleh Ngurah Gede. Diperkirakan dia sudah membuat lebih dari 600 lukisan. Tiga ruang tempat karya-karyanya dipamerkan mengurut proses kreatifnya, dari tahun 1954 hingga 2000-an.
Hampir semua tampak penuh dengan bulatan-bulatan kecil. Dari mulai judulnya Aquarium, Ke Pura, Tari Legong, Penari Janger, Bunga Lely, dan Jalang di Kampung. Diperkirakan ada sekitar dua ratusan karya yang dipajang di tiga ruang terpisah. Koleksi yang dipamer saat itu baru sebagian dari seluruh karya yang sudah dihasilkan oleh Ngurah Gede. Diperkirakan dia sudah membuat lebih dari 600 lukisan. Tiga ruang tempat karya-karyanya dipamerkan mengurut proses kreatifnya, dari tahun 1954 hingga 2000-an.
Di
ruang pertama, terdapat karya awal yang dibuat oleh Ngurah saat masih duduk di
bangku SMP dan SMA, diantaranya lukisan binatang dengan tinta cina dan pena di
atas kertas, lalu lukisan bunga-bunga dengan cat air. Beranjak lebih jauh, ada
lukisan potret diri, naturalis dan impresionis yang cukup mengesankan. Masuk ke
dua ruang berikutnya barulah hadir lukisan dengan sidik jari yang jadi khas
sang pelukis yang kemudian dipertahankan sampai sekarang. Lukisan Tari Baris,
yang dibuat tahun 1967 disebut sebagai objek pertama saat ide lukisan dengan
menggunakan ujung jari itu berawal. Ada banyak ragam tema yang menjadi bahan
dan objek lukis.
Selain
dominasi wanita, ada juga lanskap, tari, dan kehidupan sosial. Dari semua
lukisan yang ada, efek bulatan dan pewarnaan menjadi yang paling mencolok.
Lukisan-lukisan itu tampak beda dan memiliki ciri khas tersendiri yang berkesan
dan menempel di ingatan. Khusus di ruang tiga, selain lukisan, juga terdapat
sejumlah karya Ngurah berupa kerajinan tangan. Semuanya dipajang di sebuah
etalase kaca yang beragam jenisnya. Dari mulai mainan anak-anak, cermin, hingga
barang kerajinan yang dibuat dari papan tripleks dan keramik Bali yang dilukis.
Dari
semua lukisan yang ada, ada lukisan Peperangan di Puri Pemecutan. Lukisannya
besar, dan banyak detilnya. Menceritakan perang yang terjadi di Puri Pemecutan (sampai
sekarang, Puri nya masih ada, dan lokasinya di tikungan antara jalan Hasanuddin
menuju Thamrin, sebelah kanan jalan). Namanya perang, dilukisan ini terlihat
banyak Pasukan dari Puri, serdadu-serdadu Belanda, juga ada kisah penyelamatan
bayi-bayi anggota puri Pemecutan.
Lukisan-lukisan
ini, baru dapat dinikmati kalau dilihat dari jarak yang agak jauh. Kalau
dilihat dari dekat, yang kelihatan cuma bulatan sidik jari dengan warna.
Ketika
disinggung soal fungsi lain dari museum ini, Ngurah mengatakan dirinya semakin
rentah. Sudah tidak kuat lagi melukis seperti zaman dahulu. Dirinya memiliki
cita-cita menjadikan museum ini sebagai tempat dia menularkan ilmunya. “Sampai
dengan saat ini sudah banyak orang yang datang dan belajar kepada saya. Saya
memang ingin mentransfer ilmu saya kepada siapapun tetapi dari semua yang datang
tidak satupun yang berhasil. Ada juga dari Jepang.Suriname dan Amerika. Mereka
datang belajar disini. Tetapi tidak satupun yang berhasil menguasainya.
Termasuk sekitar 40 mahasiswa dari ISI Denpasar,” kilahnya.
Umurnya
sudah uzur. tetapi semangatnya masih tetap membarah.ingin memberi lebih lagi
dalam hidupnya. Tak pelak tahun 2012 ini Museum sidik jari ini mengalami
renovasi besar-besaran. Thema renovasi muse mini adalah mendidikan mencintai
keluarga melalui pemahaman akan fungsi dan tugas dalam keluarga. Sehingga
museum ini dirancang dalam tiga pola. Pola mendidik anak-anak. Mendidik Ibu.
Mendidik ayah. Selain itu, ketikla hendak mengunjungi Museum sidik Jari akan
ditemukan rupa-rupa bunga. Juga ada perpustakaan yang bisa dibeli buku-bukunya
namanya Toga Mas yang dibangun sartru areal dengan Museum bekas bangunan
Bambang Sugeng dahulu.
Perjalanan
dan hasil karya Ngurah Pemecutan ini akhirnya mendapat pengakuan rekor Muri,
pada Juli 2012 mendapat penghargaan sebagai pelopor melukis dengan teknik sidik
jari juga sebagai kolektor sidik jari terbanyak 1.574 sidik jari pelukis
sendiri.
Disodok
pertanyaan bagaimana menghitung jumlah sidik jari yang dihasilkan, pelukis yang
sudah menggelar pameran sebanyak 25 kali ini bertutur, setiap 4 cm terdapat 9
sidik jari. saat ini sudah sekitar 600 lukisan. “Dihitung saja jumlahnya
berapa,” ungkapnya seraya meminta kepada semua masyarakat yang ingin belajar
melukis dengan teknik sidik jari, atau sekedar melsncong mencari inspirasi maka
Museum Sidik dibuka untuk umum.
“Museum
ini memang menyimpan kisah perjalanan saya sebagai pribadi. Sebagai pelukis.
Sebagai penyair. sebagai orang Bali. Dengan manajemen tunggal dibawah kendali
saya sendiri. Tetapi harus museum ini bukan milik saya pribadi. Milik semua
orang. Termasuk ilmu melukis saya. Bukan hanya milik saya sendiri. Milik semua
orang, termasuk milik mas juga bila ingin belajar melukis dengan teknik ujung
jari,” tutup Pria kelahiran 4 Juli 1936 dari keluarga Puri Pemecutan di
Denpasar, ini sembari berujar disetiap goresan ujung jari yang menghasilkan
sidik jari di atas kanvas beriksah tentang guratan hidupnya. (habis)
Langganan:
Postingan (Atom)