Minggu, 25 Agustus 2013

LOVINA, KATA YANG SULIT DILAFALKAN ORANG BALI




 
memandang purnama dari bibir pantai lovina//doc.amaboro

jukung dan merah putih di atas laut Lovina//doc.amaboro


ama boro dengan kapten kapal 40//doc.amaboro
----------------------------------------------------------------------

Sama seperti Bali. Wisatawan asing lebih menenal Bali dari pada Indonesia demikian pula Lovina. Wisatawan asing lebih mengenal Lovina dari pada Buleleng.
---------------------------------------------------------------------------------

Lovina. Menurut cerita lisan para nelayan yang saban hari mengantar tamu ke tengah laut untuk bertemu dengan Lumba-Lumba mengatakan, Lovina singktan dari Love Indonesia.
Benarkah.?

Nyoman Suriasa, kapten kapal perahu nomor 40 menuturkan, tidak ada referensi pustaka soal asal-usul nama Lovina . Kabar secara lisan secara turun temurun, nama Lovina diberikan oleh seorang Raja Buleleng, yang juga seorang pujangga. Raja dan Pujangga itu Anak Agung Panji Tisna, setekah ddirinya melakukan kunjungan ke India tahun 1950.

Raja Tisna ini bercita-cita agar Buleleng, yang saat itu masih menjadi ibukota Provinsi Bali, harus ramai dikunjungi oleh banyak orang orang sepeti negeri Gujarat pada waktu itu. “Lovina diberikan berbarengan dengan dirikan Pondik Tisna, tempat penginapann milik Raja Tisna yang diberi nama Lovina pada tahun 1953. Tiga tahun setelah Raja Tisna pulang dari India,” ungkap Suriasa.

Banyak kalangan yang mengilhami kisah dan cerita dari Raja Tisan ini sebagai cikal bakal dari nama Lovina. Suriasa menjelaskan, Lovina dimaknai sebagai gabungan kata love (cinta) dan ina (Indonesia), yaitu cinta Indonesia.

Bahkan nama Lovina ini sempat dilarang oleh Gubernur Bali, Ida Bagus Mantera untuk digunakan. Alasannya,, promosi pariwisata untuk daerah Bali utara harus dilakukan secara menyeluruh. Bukan hanya promosi tentang Lovina. larangan itu terjadi pada tahun 1960 saat ibukota Provinsi Bali, dipindahkan dari Singaraja ke Denpasar. Selain alasan promosi pariwisata Buleleng secara keseluruhan, Ida Bagus mantera juga melarang agar kata Lovina tidak boleh di gunakan karena pelafalan orang Bali tidak mengenal huruf ‘V’.
pemandangan sunrise di lovina//doc.amaboro

pemandangan sunrise di lovina//doc.amaboro

pemandangan sunrise di lovina//doc.amaboro

pemandangan sunrise di lovina//doc.amaboro

Add caption

pemandangan sunrise di lovina//doc.amaboro

pemandangan sunrise di lovina dan merah putih//doc.amaboro


Larangan tersebut justru membuat Lovina semakin terkenal seiring perjalanan waktu melalui cerita dari mukut ke mulut tentang keindahan Lovina dengan atraksi lumba-lumba di laut lepas itu.

Sejak tahun 1953 samai dengan tahun 1970-an kata Lovina diceritakan secara diam-diam karena larangan itu. Kisah tentang Lumba-Lumba menjadi pembicaraan utama dari para pengunjung yang pernah datang ke Lovina. Dan Lovina semakin terkenal. Lovina tak bisa dilupakan. Sama seperti bali. Wisatawan asing lebih menenal Bali dari pada Indonesia demikian pula Lovina. Wisatawan asing lebih mengenal Lovina dari pada Buleleng. Alhasil, pada 1980, Pemerintah Provinsi Bali membolehkan kembali pemakaian nama Lovina.

Dan 24 Desember 1998, Gubernur Bali saat itu, Ida Bagus Oka, meresmikan patung lumba-lumba di Kawasan Lovina.

Pengakuan pemerintah Provinsi Bali akan ketenaran Lovina dan Lumba-lumba baru pada tahun 1990-an, pada hal masyarakaat nelayan Lovina sudah melakukan promosi Lumba-lumba kepada pengunjung sejak tahun 1980 bahkan jauh sebelum itu.

Hasilnya, saat ini sudah jutaan pengunjung yang telah berkunjung ke sana. Lovina meenjadi sangat kesohor. Setiap pagi, ratusan puluhan kapten kappal mengantar ratusan pengunjung hanya untuk melihat lumba-lumba yang sesekali muncul dengan cepat bahkan terkadang jauh dari pandangan.

Seperti, 22 Agustus 2013, Kapten Kapal nomor 40, Nyoman Suriasa membangunkan kami pkl 05.00. Dingin menusuk maklum dekat pantai. Angin pantai yang menyapa pengunjung dengan ramah. Ada pengunjung, wisatawan asing terpaksa memakai kain Bali hanya untuk mengusir dingin.

Saat itu, sedang Bulan. Kepercayaan orang Bali, saat purnama para dewa-dewi sedang mengunjungi bumi. Purnama masih Nampak sementara matahari sudah hendak menyembul kekungingan di ufuk timur. Indah memang. Nyoman Suriasa, sang kapten yang sudah melaut sejak kecil denga tenang membawa kami ke tengah laut. Seraya menyeruput kopinya yang sengaja ia bawa. Sembari menawarkan kepada saya. Doyan kopi, dan saya tak sudi menolak kopi pemberiannya. “Mari mengopi bersama lumba-lumba,” ujar saya.

Ditengah laut sudah ada puluhan perahu jukung atau kapal yang sedang memburu Lumba-lumba, yang muncul dikejauhan. Suriasa menuturkan, terkadang karena banyak perahu maka Luma-Lumba muncul sekali-sekali. Itu pun di kejauhan. Sebaiknya jangan memburu. Tenang saja di tempat. Dan Lumba-Lumba pasti muncul di sekitar perahumu. Benar saja. Selang beberapa saat rombongan lumba-lumba berjumlah puluhan muncul di sekitar perahu. Hanya 5 meter saja seolah menyapa kami seraya berujar selamat pagi dan selamat menikmati kopi.


”Mereka tak pernaah tak muncul. Meski terkadang jauh dan cepat. Lumba-lumba selalu menampakkan diri. Tak ada pawang tetapi ketika kita memburu dia akan semakin kencang mestinya jangan di buru. Jadi, harus lincah mencari dan mengambil gambarnya,” ujar Suriasa.

Untuk melihat lumba-lumba ini, harga yang dipatok para kapten sebesar Rp. 70.000 untuk satu orang. Selain elihat Lumba-Lumba, pengunjung juga di manjakan dengan pemaandangan sunrise yang muncul.

Suriasa menyarankan, kalau hanya ingin melihat Lumba-Lumba jangan ke laaut pada pagi hari, karena kapal masih terlalu banyak dan Lumba-Lumba muncul dengan cepat tanpa atraksi. Sebaiknya ke laut pada pkl 07.00 sampai siang hari karena saat itu kapal pengunjung sudah berkurang dan Lumba-Lumba akan melakukan atraksi, sebab mereka muncul sepaanjang hari, bukan hanya pada pagi atau sore hari.
Lumba-lumba menari di atas laut pantai lovina//doc.amaboro

Lumba-lumba muncul di atas laut pantai lovina//doc.amaboro

amaboro


Setelah menikmati tarian lumba-lumba sembari mengopi di tengah laut, pegunjung akan ditawarin untuk beberapa cindera mata khas Lovina, ukiran lumba-lumba dari kayu dengan harga Rp. 15.000 sampai dengan Rp. 50.000. asyik memang ketika masih pagi sudah di suguhi kopi sembari menikmati nikmatnya kopi dan indahnya tarian laumba-lumba yang berwarna coklat pekat, kehitam-hitaman di pantai Lovina. (#sandrowangak)
cindera mata lumba-lumbaa dari kayu//doc.amaboro

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

katakan yang sejujurnya apa yang engkau pikirkan tentang tulisan ini