-----------------------------------------
Sebab dia dilahirkan di kampung. Dibesarkan dan menjadi orang kampung. Tak heran bila dirinya melakoni perjuangan di kursi dewan untuk menjadi orang kampung yang bermartabat. Dan orang kampung yang selalu membawa berkah pembangunan untuk orang di kampung itu adalah Ida Bagus Putu Parta.
From zero to hero, dari
Gus Parta demikian biasa disapa mengawali karier politiknya ketika melihat bendera golkar dikibarkan oleh Nyoman Danu, kader Tulen Golkar dari BagungBadung. Sederhana memang. Orangnya juga sederhana. Berbicara apa adanya. Dan sering menyebut dirinya sebagai orang dari kampung.
“Dan karena saya orang kampung, maka saya harus menjadi berkah untuk orang kampung. Ketika saya berpolitik di dukung oleh orang kampung, saya mesti berterimakasih kepada warga di kampung di daerah pemilihan saya lewat kebijakan dan perjuangan pembangunan,” ungkap Gus Parta, kepada Suksesi, Jawa pos Pos Group, di Denpasar, 20 Agustus 2013.
Rasa nasionalisme sebagai politik di bentuk sejak tahun 1990 ketika dirinya melihat bendera Golkar berkibar di desa Mengwi kabupaten Badung. Cita rasa berpolitik memang ditekuni dengan mengikuti berbagai organisasi. “Pramuka saya ikuti. Simbol group dari burung elang saya rubah menjadi Garuda,” ungkap Mantan Ketua Senat Universitas Tabanan, 1993-1994 ini.
“Saya mulai belajar membuat awig-awig (aturan-red), perarem, (keputusan-red)ekalikita dehatruna (sejarah yowana-red). Dan saya dipercaya menjadi kelian sekeha teruna dari tahun 1994-1997. Jabatan cukup bergengsi saat itu,” ungkap Guas Parta.
Tidak sampai disitu saja. Jabatan Ketua KNPI Kecamatan Mengwi pernah di pegang oleh orang kampung yang satu ini, Gus Parta. bakat dan kemampuannya berpolitik saat bergabung di KNPI membuat camat Mengwi saat itu, Made Subawa, yang menjadi Pembina Golkar merangkul Gus Parta. Menurut Subawa, Gus Parta asset yang berharga. Rugi kalau tak dirangkul.
Tak tanggung-tanggung. Jalan terjal menuju politik praktis dilakoni Gus Parta, menjadi Caleg Golkar untuk kursi DPRD Badung nomor urut dua saat itu. Hanya saja, Gus Parta gagal. Kegagalan ini tidak lalu membuat Pria kelahiran 10 April 1969 ini patah arang. “Selagi masig bernapas kita harus tetap berjuang,” tegasnya. Dab benar, dia terus berjuang. Gagal sekali adalah seribuh keberhasilan yang tertunda.
Tak ingin angkat kaki dari politik, Gus Parta semakin dalam menekuni jalan politik. Ini bukan soal keterpaksaan. “Berpolitik adalah pilihan saya. Saya suka berpolitik. Dan memang obsesi saya adalah menjadi politisi untuk berjuang menjadikan orang kampung lebih bermartabat karena pemerataan pembangunan,” tuturnya.
Bahkan, jangan heran Gus Parta yang kelihatan biasa-biasa saja, merupakan pendiri AMPG Kecamatan Mengwi, saat dirinya menjabat Sekretaris Pimpinan Kecamatan Partai Golkar Kecamatan Mengwi. Tak pelak, Golkar di Mengwi menjadi besar, juga di Golkar di Badung menjadi kesohor berkat tangan dingin Gus Parta juga. Demikian bukan.?
Membesarkan Golkar tidak mesti harus berkendaraan Golkar menuju kursi DPRD, sebab itu, ketika Susilo Bambang Yudhoyono mendirikan partai Demokrat, Gus Parta mengambil keputusan menjadi kader Demokrat pada tahun 2002. Jabatannya di Demokrat juga cukup mentereng, Sekretaris Bidang Humas di DPD Demokrat Bali. Ini disebabkan karena ide dan gagasan perjuangan Partai Demokrat dirasa sejalan dengan perjuangannya. Berjuang untuk rakyat.
Masuk tahun politik 2004-2009, Gus Parta memang berpeluang menjadi calon legislative. Akan tetapi dirinya lebih menjaga etika politik dengan merekrut orang lain menjadi kader dan caleg democrat. Sebut saja, Anak Agung Mediastari (Anggota DPRD Bali 2004-2009), Ida Bagus Astawa Merta (Sekretaris DPD Demokrat Bali saat ini), bahkan Ida Bagus Alit Putra mantan Ketua DPD Demokrat dan Wakil Ketua DPRD Bali saat ini) masuk dalam daftar nama yang disodorkan oleh Gus Parta saat itu.
Ibarat, membuat orang lain menjadi sukses, ada doa dan berkah. Sebab, tahun 2009, Gus Parta ikut Caleg dengan nomor urut 1 dari Badung untuk DPRD Provinsi Bali. Perolehan suara pemilih 5800, ternyata gagal lagi. tetapi berkah itu datag di tahun 2010, ketika menjadi pengganti antar waktu, untuk Anak Agung Putu Januraga (alm).
Dan perjuangan terus dilakukan bersama rakyat membangun kampung hingga saat ini. Sembari mengenang, mendayung sepeda untuk mengurus organisasi, berjalan kaki mencari simpati masa, dan dari ketiadaan mengetuk simpati rakyat adalah kenangan yang tak pernah dilupakan.
Kepercayaan pun dating kembali dari induk partainya, Partai Demokrat. Gus Parta, kembali didapuk menjadi caleg di tahun 2004, daeri Dapil Badung untuk merebut Kursi DPRD Provinsi, nomor urut 4.
Dan pejuangannya bersama rakyat mengalir begitu saja seperti air. Yang paling utama, menurut dia, seorang manusia harus memiliki kedisiplinan yang tinggi atas sesuatu yang dicintainya.
Oleh karena itu, dia melakukan sesuatu berdasarkan insting dan rasa cinta belaka atas dunia politik bersama orang kampung alias tidak mempunyai pretensi tertentu untuk menjadi politisi karbitan hanya untuk kepentingan dirinya sendiri. Sebab, baginya memajukan orang kampung lebih penting dari pada kepentingan dirinya sendiri.
Tidak berhenti sampai pada titik ini. Selepas jatuh di awal tangga politik, dirinya bangkit. Menata hati. Menata barisan. Belajar bagaimana bermain politik tidak di areal abu-abu tetapi harus mampu memberi warna. Dan pilihannya adalah ‘warna putih’-berpolitik dengan nurani dan selalu legowo menerima kekalahan, walau itu menyakitkan karena permainan ‘politik hitam’.
“Saya tau bahwa politik itu abu-abu. Tetapi sebagai orang kampung saya harus bisa menjadikan politik itu berwarna. Dan pilihannya warna putih. Nurani dan santun dalam politik adalah pilihan perjuangan saya,” tegas suami dari Ida Ayu Wiratuti, ini.
Bila gagal di jalan politik 2014, roda politik Gus Parta-orang Kampung dari Den Kayu Mengwi ini akan tetap berputar. Tak peduli seberapa besar kegagalan yang terjadi, seberapa banyak luka karena terjatuh melewati jalan politik. Selagi nafas masih berhembus, akan ada lebih banyak alasan untuk bangkit setelah terjatuh, ibarat adigium latin dum vita est spes est-selagi masih bernapas, harapan itu tetap ada. #sandrowangak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
katakan yang sejujurnya apa yang engkau pikirkan tentang tulisan ini