Rabu, 28 Agustus 2013

ELOK RUPA, TAK SEINDAH KABAR


Ketika kita menghargai kera dan diapun menghargai kita. tampak salah seorang pengunjung sedang berfoto bersama kera di Bukit Sari Sangeh
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

boro dengan kerah di obyek wisata sari sangeh/doc.boro




Objek wisata Sangeh, di Desa Sangeh, Badung Utara, Kabupaten Badung sudah terkenal sejak dahulu dengan sebutan monkey forrest-karena konon keberadaan Kera di hutan Homogen Sangeh itu sudah ada sejak abad ke 17 silam. Indah. Sejuk dan nyaman. Dikelolah menjadi obyek pariwisata sejak tahun 1970-an pernah mencapai kejayaan diawal 1980-an. Akhir-akhir ini Sangeh, hilang kabar. Kabar tentang Sangeh tak lagi indah seelok rupanya. Kini Sangeh tak lagi disebut sebagai Monkey Forest-tetapi sudah berganti nama menjadi Bukit Sari Sangeh dengan harapan kabar pun jadi indah, serupa Sangeh yang elok.  



Sangeh atau saat ini dikenal dengan nama Bukit Sari Sangeh, terletak di Desa Sangeh, Kecamatan Abiansemal, Badung Utara-Kabupaten Badung. Jarak dari Denpasar sekitar 21 KM. Bukit Sari Sangeh sejak 1 Januari 1969, dikelolah menjadi obyek wisata oleh Desa Adat Sangeh.  Dari dana punia atau urunan Sangeh di kelolah menbjadi obyek wisata yang layak di jual. Dan benar, tahun 1970an sampai dengan 1980-an sangeh merupakan obyek wisata favorit turis asing yang berlibur ke Bali.

“Sangeh dulu itu menjadi Favorit wisata turis asing, tahun 1970 sampai 1980an. Orang kenal Bali selain Pantai Sanur, Sangeh merupakan obyek wisata yang paling digemari saat itu,” ungkap Made Sumohon, Kepala Pengelolah Obyek Wisata Bukit Sari Sangeh, 26 Juli 2013.

made sumohon
Sumohon lalu menceritakan bahwa ketenaran Sangeh pudar dengan kejadian yang tidak diduga yakni peyerangan Kera terhadap beberapa pengunjung. Salah satunya adalah, demikian Sumohon, seorang sutradara Film yang sedang melakukan shooting film di Hutan Sangeh diserang Kera karena menendang Raja Kera lantaran lantaran tidak terima dengan perlakuan raja Kera yang merebut daun papaya yang dijadikan sebagai perlengakapan film.

“Ada beberapa kejadian lainnya. Memang dulu Kera disini liar. Ada yang suka mengambil kaca mata. Ada yang suka mengambil topi. Ada juga yang suka mengambil perhiasan pengunjung dan barang bawaan pengunjung lainnya,” ungkap Sumohon.

Karena kejadian penyerangan tersebut dan beberapa kejadian lainnya, Sangeh lalu hilang. Obyek Wisata yang penuh misteri ini pernah dihilangkan dari peta pariwisata Pulau Bali.

Soal keliaran Kera ini, dulu ada seorang bernama I Nyoman Sura, seorang juru kunci Bukit Sari Sangeh yang melakukan tugasnya Pawang­-selain sebagai tukang sapu. “Pawang itu sudah meninggal dan sampai dengan saat ini sudah tidak ada pawing lagi,” ungkap Sumohon.

1,2,3,4--foto dengan kerah di sangeh//boro



Walau tak ada Pawang, Kera saat ini tidak lagi liar. Sudah jinak. Mereka sudah tidak suka mencuri dan merebut barang bawaan pengunjung. Menurut Sunmohon, Kera yang dulunya liar dan suka mencuri karena tidak diperhatikan. Tidak beri makan. Dan banyak pengunjung tak mengerti dengan karakter kera.

Sangeh atau Bukit Sari sempat mati suri dan hilang dari promosi pariwisata sejak 1990an. Tahun 2003, berdasarkan rapat Desa Adat Sangeh, disepakati untuk mengelolah kembali.


Alhasil, dengan pengelolaan yang dilakukan oleh Desa Adat Sangeh ini, Kera pun tak lagi liar. pengelolaan diserahkan kepada utusan lima banjar yakni banjar Batu Sari, Banjar Bahmana, Banjar Sibang, Banjar Pemijian dan Banjar Muluk Babi.

Sudah sembilan tahun Sunmohon bersama 20 orang lainnya menjadi pengelolah Bukit Sari Sangeh dengan luas hamper 14 hektar dengan jumlah Kera sebanyak 600-700 ekor kera.

Gerakan promosipun kembali dilakukan oleh Sumohon bersama desa adapt. Usaha ini promosi kembali Bukit Sari Sangeh ini membawa trend positip. Jumlah pengunjungpun bergerak naik.


lanang wadong-pohon berjenis kelami dua//boro
Berdasarkan data yang dipaparkan oleh Sumohon, kepada Suluh Bali, pada tahun 2003 pengunjung tidak mencapai 100 ribu orang, hanya mencapai angka 80.531 pengunjung. Dan laporan per akhir 2011 pengunjung sudah mencapai angka 204.808 pengunjung. pada tahun 2004 pengunjung mencapai 127.648, tahun 2005 153.453, 2006 dan 2007 masing-masing mencapai 153.400 dan 164.194 pengunjung. Kunjungan ke sangeh mencapai angkah 201.901 pada tahun 2008, meningkat terus di tahun 2009 dan 2010 dengan jumlah masing-masing 206.613 dan 227.102 pengunjung.

Melihat trend pengunjung yang semakin tertarik kembali ke Bukit Sari Sangeh, pihak pengelolahpun terus melakukan kerja sama dengan berbagai pihak termasuk dengan guid freelance.

“Kami bekerja sama dengan berbagai pihak termasuk dengan Guide freelance beberapa hotel dan biro jasa,” ungkap Sumohon seraya meminta agar pemerintah Kabupaten Badung dan Pemerintrah Provinsi bias merespon usaha pengelolaan Bukit Sari Sangeh dengan memasukan dalam paket wisata.

Misalnya, sebut Sumohon, paket wisata saat ini yang sudah berjalan adalah Sangeh-Taman Ayun-Joger-Bedugul. Dia berharap agar, semakin Bukit Sari Sangeh dimasukkan dalamk pekt wisata, yakinnya Bukit Sari Sangeh akan kembali obyek wisata favorit.



Kisah Unik dibalik Bukit Sari Sangeh

Banyak kisah terurai dibalik kemolekan bukit sari sangeh. Bantyak cerita misteri yang memancing rasa penasaran untuk mengetahui lebih jauh tentang sangeh dan Bukit Sarinya. Sangeh bukan saja soal kera. Juga tidak hanya soal hutan homogennya. Masih banyak lagi cerita misteri yang sulit untuk dipercaya tetapi ini nyata. Ada seribuh kisah unik dibalik kemolekan Bukit Sari Sangeh seperti yang dituturkan Ketut Sudana-salah sworang penjaga di Bukit Sari Sangeh.


36 Bangunan Suci Dijaga Ratusan Tentara Kera


Hutan Bukit Sari menyimpan banyak misteri yang belum terkuak. Dalam hutan ini terdapat beberapa pura seperti Pura Melanting, Pura Tirta, Pura anyar dan yang terbesar adalah Pura Bukit Sari. Jumlah bangunan yang ada di Bukit Sari Sangeh berjumlah 36 buah.

praajurit kerah di sangeh//boro
Berdasar catatan sejarah, Pura Bukit Sari terkait erat dengan Kerajaan Mengwi, dan dibangun oleh Anak Agung Anglurah Made Karang Asem Sakti, yang merupakan anak angkat dari Raja Mengwi Cokorda Sakti Blambangan.

Ada palinggih utama dan ada pelengkap. Ada Pelinggih Padmasari penyawangan Ulun Danu Beratan.

Ada dua Padmasari sebagai Pelinggih Ratu Puncak Kangin dan Ratu Puncak Kauh. Kemungkinan pelinggih ini untuk penyawangan ke Gunung Agung dan ke Pura Batur atau Ratu Batara Melanting.

Ada Pelinggih Meru Tumpang Sembilan. Ada Pelinggih Padmasana sebagai pemujaan Batara Sada Siwa. Ada empat Padmasari lagi masing-masing sebagai pemujaan Pucak Batur, sebagai Pelinggih Ratu Entap, Ratu Manik Galih dan Batara Wisnu.

Berbagai gagasan hidup untuk mendapatkan kehidupan yang sejahtera lahir batin di bumi ini divisualkan dalam wujud bangunan suci dan ritual sakral di Pura Besakih.

Sedangkan pemujaan pada Ida Batara Melanting dalam tradisi Hindu di Bali sebagai Dewa Pasar.

Pura Bukit Sari berada di tengah hutan pala Desa Sangeh, Badung bagian utara. Kawasan pura ini merupakan salah satu obyek wisata yang menggoda. Betapa tidak, pura yang tenang itu tampak seperti sebuah istana yang dikawal oleh ratusan pasukan kera.



Sangeh dan Pohon Pala

Nama Sangeh diyakini masyarakat sekitar terkait erat dengan Hutan Pala, yang berasal dari dua kata “Sang” yang berarti orang dan “Ngeh” yang berarti melihat, atau orang yang melihat.

Konon kayu-kayu Pala dalam perjalanan dari Gunung Agung di Bali Timur menuju perjalanan ke Bali Barat, tapi karena ada orang yang melihat, pohon-pohon tersebut berhenti di tempat yang sekarang dikenal sebagai Sangeh.

kawasan hutan homogen seluas ini dengan luas 14 hektar berisikan hutan Pala (Dipterocarpus trinervis) yang berumur ratusan tahun. Ada sekitar 200 pohon yang sudah berumur sekitar 300 tahun.



Kera pun Menghilang Saat Melasti

Masyarakat sekitar menganggap kera-Kera di Sangeh sebagai jelmaan Prajurit Putri yang dianggap sebagai Kera suci, sehingga keberadaan mereka tak boleh diganggu karena mereka dianggap membawa berkah bagi masyarakat Sangeh.

Seperti layaknya kehidupan manusia Bali, mereka mempunyai 3 kelompok atau Banjar, masing-masing Banjar Timur, Banjar Tengah dan Banjar Barat dimana setiap banjar memiliki pemimpin kelompok.

Dalam kehidupan kelompok para Kera juga mengenal persaingan antara pejantan untuk memperebutkan menjadi Raja dan masing-masing kelompok akan memperebutkan wilayah kekuasaan di Banjar Tengah yang memiliki sumber makanan terbanyak.

Siapapun boleh berkunjung ke tempat ini, kecuali bagi wanita yang sedang haid atau orang yang sedang ditinggal mati keluarganya. Hal tersebut untuk menjaga kesakralan pura yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Sangeh.

Uniknya kera-Kera ini tidak akan kelihatan atau menghilang saat hari besar keagamaan dan juga bila upacara melasti di Desa Adat Sangeh. Saat melasti sedang belangsung di pagi hari, tidak ada satupun Kera yang muncul. Akan tetapi saat melasti selesai sore hari, kerapun terlihat begitu banyak dan bergerombol seperti biasa.



Pohon Berjenis Kelamin Dua

Selain Kera ada sebatang pohon unik karena berjenis kelamin. Satu pohon berjenis kelamin dua-masyarakat setempat biasa menyebutnya pohon Lanang Wadon, karena bagian bawah pohon itu berlubang sehingga menyerupai alat kelamin perempuan, sedangkan di tengah lubang tersebut tumbuh batang yang mengarah ke bawah yang terlihat seperti alat kelamin pria.

Pohon itu tumbuh persis di pelataran depan tempat wisata Sangeh dan sebenarnya merupakan pohon pule. Sementara di Bali, pohon pule memiliki banyak keistimewaan yang digunakan untuk keperluan khusus, misalnya membuat topeng yang dipakai sebagai sungsungan dan barong. #sandrowangak

1 komentar:

katakan yang sejujurnya apa yang engkau pikirkan tentang tulisan ini