Ketika kita menghargai kera dan diapun menghargai kita. tampak salah seorang pengunjung sedang berfoto bersama kera di Bukit Sari Sangeh |
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
boro dengan kerah di obyek wisata sari sangeh/doc.boro |
Objek wisata Sangeh, di Desa Sangeh, Badung Utara,
Kabupaten Badung sudah terkenal sejak dahulu dengan sebutan monkey
forrest-karena konon keberadaan Kera di hutan Homogen Sangeh itu sudah ada
sejak abad ke 17 silam. Indah. Sejuk dan nyaman. Dikelolah menjadi obyek
pariwisata sejak tahun 1970-an pernah mencapai kejayaan diawal 1980-an. Akhir-akhir
ini Sangeh, hilang kabar. Kabar tentang Sangeh tak lagi indah seelok rupanya. Kini
Sangeh tak lagi disebut sebagai Monkey Forest-tetapi sudah berganti nama
menjadi Bukit Sari Sangeh dengan harapan kabar pun jadi indah, serupa Sangeh
yang elok.
Sangeh atau saat ini dikenal dengan nama Bukit Sari
Sangeh, terletak di Desa Sangeh, Kecamatan Abiansemal, Badung Utara-Kabupaten
Badung. Jarak dari Denpasar sekitar 21 KM. Bukit Sari Sangeh sejak 1 Januari
1969, dikelolah menjadi obyek wisata oleh Desa Adat Sangeh. Dari dana punia atau urunan Sangeh di kelolah
menbjadi obyek wisata yang layak di jual. Dan benar, tahun 1970an sampai dengan
1980-an sangeh merupakan obyek wisata favorit turis asing yang berlibur ke
Bali.
“Sangeh dulu itu menjadi Favorit wisata turis asing,
tahun 1970 sampai 1980an. Orang kenal Bali selain Pantai Sanur, Sangeh
merupakan obyek wisata yang paling digemari saat itu,” ungkap Made Sumohon,
Kepala Pengelolah Obyek Wisata Bukit Sari Sangeh, 26 Juli 2013.
made sumohon |
Sumohon lalu menceritakan bahwa ketenaran Sangeh
pudar dengan kejadian yang tidak diduga yakni peyerangan Kera terhadap beberapa
pengunjung. Salah satunya adalah, demikian Sumohon, seorang sutradara Film yang
sedang melakukan shooting film di Hutan Sangeh diserang Kera karena menendang
Raja Kera lantaran lantaran tidak terima dengan perlakuan raja Kera yang
merebut daun papaya yang dijadikan sebagai perlengakapan film.
“Ada beberapa kejadian lainnya. Memang dulu Kera disini
liar. Ada yang suka mengambil kaca mata. Ada yang suka mengambil topi. Ada juga
yang suka mengambil perhiasan pengunjung dan barang bawaan pengunjung lainnya,”
ungkap Sumohon.
Karena kejadian penyerangan tersebut dan beberapa
kejadian lainnya, Sangeh lalu hilang. Obyek Wisata yang penuh misteri ini
pernah dihilangkan dari peta pariwisata Pulau Bali.
Soal keliaran Kera ini, dulu ada seorang bernama I
Nyoman Sura, seorang juru kunci Bukit Sari Sangeh yang melakukan tugasnya Pawang-selain
sebagai tukang sapu. “Pawang itu sudah meninggal dan sampai dengan saat ini
sudah tidak ada pawing lagi,” ungkap Sumohon.
1,2,3,4--foto dengan kerah di sangeh//boro |
Walau tak ada Pawang, Kera saat ini tidak lagi liar.
Sudah jinak. Mereka sudah tidak suka mencuri dan merebut barang bawaan
pengunjung. Menurut Sunmohon, Kera yang dulunya liar dan suka mencuri karena
tidak diperhatikan. Tidak beri makan. Dan banyak pengunjung tak mengerti dengan
karakter kera.
Sangeh atau Bukit Sari sempat mati suri dan hilang
dari promosi pariwisata sejak 1990an. Tahun 2003, berdasarkan rapat Desa Adat
Sangeh, disepakati untuk mengelolah kembali.
Alhasil, dengan pengelolaan yang dilakukan oleh Desa
Adat Sangeh ini, Kera pun tak lagi liar. pengelolaan diserahkan kepada utusan
lima banjar yakni banjar Batu Sari, Banjar Bahmana, Banjar Sibang, Banjar
Pemijian dan Banjar Muluk Babi.
Sudah sembilan tahun Sunmohon bersama 20 orang
lainnya menjadi pengelolah Bukit Sari Sangeh dengan luas hamper 14 hektar
dengan jumlah Kera sebanyak 600-700 ekor kera.
Gerakan promosipun kembali dilakukan oleh Sumohon
bersama desa adapt. Usaha ini promosi kembali Bukit Sari Sangeh ini membawa
trend positip. Jumlah pengunjungpun bergerak naik.
lanang wadong-pohon berjenis kelami dua//boro |
Berdasarkan data yang dipaparkan oleh Sumohon,
kepada Suluh Bali, pada tahun 2003 pengunjung tidak mencapai 100 ribu orang,
hanya mencapai angka 80.531 pengunjung. Dan laporan per akhir 2011 pengunjung
sudah mencapai angka 204.808 pengunjung. pada tahun 2004 pengunjung mencapai
127.648, tahun 2005 153.453, 2006 dan 2007 masing-masing mencapai 153.400 dan
164.194 pengunjung. Kunjungan ke sangeh mencapai angkah 201.901 pada tahun
2008, meningkat terus di tahun 2009 dan 2010 dengan jumlah masing-masing
206.613 dan 227.102 pengunjung.
Melihat trend pengunjung yang semakin tertarik
kembali ke Bukit Sari Sangeh, pihak pengelolahpun terus melakukan kerja sama
dengan berbagai pihak termasuk dengan guid freelance.
“Kami bekerja sama dengan berbagai pihak termasuk
dengan Guide freelance beberapa hotel dan biro jasa,” ungkap Sumohon seraya
meminta agar pemerintah Kabupaten Badung dan Pemerintrah Provinsi bias merespon
usaha pengelolaan Bukit Sari Sangeh dengan memasukan dalam paket wisata.
Misalnya, sebut Sumohon, paket wisata saat ini yang
sudah berjalan adalah Sangeh-Taman Ayun-Joger-Bedugul. Dia berharap agar,
semakin Bukit Sari Sangeh dimasukkan dalamk pekt wisata, yakinnya Bukit Sari
Sangeh akan kembali obyek wisata favorit.
Kisah Unik
dibalik Bukit Sari Sangeh
Banyak kisah
terurai dibalik kemolekan bukit sari sangeh. Bantyak cerita misteri yang
memancing rasa penasaran untuk mengetahui lebih jauh tentang sangeh dan Bukit
Sarinya. Sangeh bukan saja soal kera. Juga tidak hanya soal hutan homogennya.
Masih banyak lagi cerita misteri yang sulit untuk dipercaya tetapi ini nyata.
Ada seribuh kisah unik dibalik kemolekan Bukit Sari Sangeh seperti yang
dituturkan Ketut Sudana-salah sworang penjaga di Bukit Sari Sangeh.
36 Bangunan Suci Dijaga Ratusan Tentara Kera
Hutan
Bukit Sari menyimpan banyak misteri yang belum terkuak. Dalam hutan ini
terdapat beberapa pura seperti Pura Melanting, Pura Tirta, Pura anyar dan yang
terbesar adalah Pura Bukit Sari. Jumlah bangunan yang ada di Bukit Sari Sangeh
berjumlah 36 buah.
praajurit kerah di sangeh//boro |
Berdasar
catatan sejarah, Pura Bukit Sari terkait erat dengan Kerajaan Mengwi, dan
dibangun oleh Anak Agung Anglurah Made Karang Asem Sakti, yang merupakan anak
angkat dari Raja Mengwi Cokorda Sakti Blambangan.
Ada
palinggih utama dan ada pelengkap. Ada Pelinggih Padmasari penyawangan Ulun
Danu Beratan.
Ada
dua Padmasari sebagai Pelinggih Ratu Puncak Kangin dan Ratu Puncak Kauh.
Kemungkinan pelinggih ini untuk penyawangan ke Gunung Agung dan ke Pura Batur
atau Ratu Batara Melanting.
Ada
Pelinggih Meru Tumpang Sembilan. Ada Pelinggih Padmasana sebagai pemujaan
Batara Sada Siwa. Ada empat Padmasari lagi masing-masing sebagai pemujaan Pucak
Batur, sebagai Pelinggih Ratu Entap, Ratu Manik Galih dan Batara Wisnu.
Berbagai
gagasan hidup untuk mendapatkan kehidupan yang sejahtera lahir batin di bumi
ini divisualkan dalam wujud bangunan suci dan ritual sakral di Pura Besakih.
Sedangkan
pemujaan pada Ida Batara Melanting dalam tradisi Hindu di Bali sebagai Dewa
Pasar.
Pura
Bukit Sari berada di tengah hutan pala Desa Sangeh, Badung bagian utara.
Kawasan pura ini merupakan salah satu obyek wisata yang menggoda. Betapa tidak,
pura yang tenang itu tampak seperti sebuah istana yang dikawal oleh ratusan
pasukan kera.
Sangeh dan Pohon Pala
Nama Sangeh
diyakini masyarakat sekitar terkait erat dengan Hutan Pala, yang berasal dari
dua kata “Sang” yang berarti orang dan “Ngeh” yang berarti melihat, atau orang
yang melihat.
Konon kayu-kayu
Pala dalam perjalanan dari Gunung Agung di Bali Timur menuju perjalanan ke Bali
Barat, tapi karena ada orang yang melihat, pohon-pohon tersebut berhenti di
tempat yang sekarang dikenal sebagai Sangeh.
kawasan hutan
homogen seluas ini dengan luas 14 hektar berisikan hutan Pala (Dipterocarpus
trinervis) yang berumur ratusan tahun. Ada sekitar 200 pohon yang sudah
berumur sekitar 300 tahun.
Kera pun Menghilang Saat Melasti
Masyarakat
sekitar menganggap kera-Kera di Sangeh sebagai jelmaan Prajurit Putri yang
dianggap sebagai Kera suci, sehingga keberadaan mereka tak boleh diganggu
karena mereka dianggap membawa berkah bagi masyarakat Sangeh.
Seperti layaknya
kehidupan manusia Bali, mereka mempunyai 3 kelompok atau Banjar, masing-masing
Banjar Timur, Banjar Tengah dan Banjar Barat dimana setiap banjar memiliki
pemimpin kelompok.
Dalam kehidupan
kelompok para Kera juga mengenal persaingan antara pejantan untuk memperebutkan
menjadi Raja dan masing-masing kelompok akan memperebutkan wilayah kekuasaan di
Banjar Tengah yang memiliki sumber makanan terbanyak.
Siapapun boleh
berkunjung ke tempat ini, kecuali bagi wanita yang sedang haid atau orang yang
sedang ditinggal mati keluarganya. Hal tersebut untuk menjaga kesakralan pura
yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Sangeh.
Uniknya kera-Kera
ini tidak akan kelihatan atau menghilang saat hari besar keagamaan dan juga
bila upacara melasti di Desa Adat Sangeh. Saat melasti sedang belangsung di
pagi hari, tidak ada satupun Kera yang muncul. Akan tetapi saat melasti selesai
sore hari, kerapun terlihat begitu banyak dan bergerombol seperti biasa.
Pohon Berjenis
Kelamin Dua
Selain Kera ada
sebatang pohon unik karena berjenis kelamin. Satu pohon berjenis kelamin
dua-masyarakat setempat biasa menyebutnya pohon Lanang Wadon, karena
bagian bawah pohon itu berlubang sehingga menyerupai alat kelamin perempuan,
sedangkan di tengah lubang tersebut tumbuh batang yang mengarah ke bawah yang
terlihat seperti alat kelamin pria.
Pohon itu tumbuh
persis di pelataran depan tempat wisata Sangeh dan sebenarnya merupakan pohon
pule. Sementara di Bali, pohon pule memiliki banyak keistimewaan yang digunakan
untuk keperluan khusus, misalnya membuat topeng yang dipakai sebagai sungsungan
dan barong. #sandrowangak
ckckckkkkkkkkk
BalasHapus