KUPANG, RND – Terpidana perkara Korupsi pengadaan 250 rumpon di Kabupaten Belu, Drs. Valentinus Seran merasa hak asasi kemerdekaannya sebagai manusia dan sebagai seorang narapidana dalam mendapatkan pembebasan bersyarat terpasung oleh Kementrian Hukum dan HAM Republik Indonesia.
Pasalnya,
narapidana, Valens Seran, yang saat ini menghuni Lembaga Pemasyarakatan Klas II
A Dewasa Kupang, dengan nomor register B.1-47/2006/093167/06 berrasarkan
tabulasi dan perhitungan akumulasi masa tahanan untuk dua kasus yang menimpa
dirinya, sudah berhak mendapatkan ketentuan pembebasan bersyarat dari
Kementrian Hukum Dan Ham RI tetapi sampai dengan saat ini belum diberikan.
Hal
ini terbaca dalam surat pengaduan ketiga yang dikirim oleh Valens Seran melalui
kuasa hukumnya kepada Direktur Jendral Bina Bimbingan Kemasyarakatan di
Jakarta, bahwa narapidana, Valens Seran, sebagai penghuni Lembaga
Pemasyarakatan Klas II A Dewasa Kupang, menjalani hukuman untuk pidana pertama
10 tahun penjara, eksekusi penggabungan pidana pokok dan pengganti, 6 bulan
kurungan subsider. Putusan untuk perkara pertama ini keluar pada tanggal 19
agustus 2004 melalui keputusan kasasi mahkamah agung, nomor 1032.K/Pid/2004.
Selain
itu, dalam surat pengaduan bernomor 05/JR-LMM/III/2011 yang ditandatangani oleh
kuasa hukum terdakwa, Johanis D. Rihi, SH dan Lorens Mega Man, SH, tersebut
menyebutkan, putusan untuk perkara kedua terhadap Valens Seran, dengan pidana 4
tahun 6 bulan penjara, eksekusi penggabungan pidana pokok dan pengganti, 6
bulan kurungan subsider, yang diputuskan tanggal 24 Desember 2008, melalui
putusan kasasi MA RI, nomor 975.K/Pid.Sus/2008. dari dua perkara tersebut
Valens Seran ditahan sejak 8 Agustus 2003, dan sudah mendapat remisi 36 bulan,
belum terhitung remisi 17 Agustus 2010 sebanyak 6 bulan dan remisi pemuka lapas
2 bulan. Terkait perkara yang menimpa suami dari Feronika Seran-Banunaek ini,
bila digabungkan maka dia menjalani masa hukuman penjara selama 14 tahun enam
bulan.
Oleh
karena dalam surat aduan kuasa hukum terdakwa, yang copiannya diterima RND Pos
menyebutkan berdasarkan amanat Peraturan Dirjen Pemasyarakatan, nomor PAS-132.OT.03.01
tahun 2010 tanggal 15 Juli 2010 tertulis dalam pasal 3 dan 4 dan berdasarkan
data dan fakta, Valens Seran, telah selesai menjalani hukuman pidana pokok dan
pidana pengganti dari dua putusan pengadilan. Dengan demikian sesungguhnya,
Valens Seran sudah memperoleh hak remisi seluruhnya baik dari pidana pokok
maupun pidana pengganti, sudah menjalani 2/3 dari hukuman dua pidana tersebut.
Sementara
itu, data yang didapat dari Valens Seran yang ditemui, RND Pos beberapa waktu
lalu dan tercantum dalam surat aduan tersebut menyebutkan perhitungan 2/3
pidana bahwa 2/3 14,5 tahun dikurangi jumlah remisi sebanyak 36 bulan, maka
Valens Seran sesungguhnya sudah mendapat pembebasan bersyarat karena sudah
menjalani 2/3 pidana yakni 6 tahun 8 bulan. Dan berdasarkan rumusan aturan
hukum perhitungan 2/3 masa tahanan tersebut jatuh tepat pada 08 April 2010.
“Sayangnya
sampai dengan saat ini belum diberikan hak pembebasan bersyarat bagi suami
saya,” ungkap Feronika Seran-Banunaek, kepada RND Pos di kediamannya, Selasa,
(21/6) siang sembari menegaskan tidak ada surat edaran atau aturan di Republik
ini yang diberlakukan dengan hitungan mundur atau berlaku surut srutu termasuk
surat edaran dari Dirjen Pemasyarakatan Direktur Bina Bimbingan Kemasyarakatan,
nomor PAS-132.OT.03.01 tahun 2010 tertanggal 5 Juli 2010 tentang tata cara
pelaksanaan asimilasi, PB, CMB dan CB yang menyatakan bila terjadi dua pidana
korupsi maka perhitungan 2/3 masa tahanan tidak dapat digabungkan dengan pidana
pokok, apabila narapidana perkara korupsi tersebut tidak mampu membayar uang
pengganti.
Atas
kejadian ini, baik kuasa hukum terdakwa, keluarga dan Valens Seran sendiri
mengaku kecewa karena hak asasi kemerdekaan sebagau manusia dan hak sebagai
narapidana yang sudah memenuhi syarat PB terpasung.
Sementara
itu, Kepala Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan HAM NTT, Drs. Agus Saryono,
kepada Martha Kotepa, wartawan RRI dan Sandro wangak, Wartawan Erende Pos,
Rabu, (23/6) di ruangan kerjanya,
menjelaskan, pihaknya sudah mengajukan surat permohonan pembebasan
bersyarat kepada Kementrian Hukum dan HAM RI di Jakarta.
Masih
menurut Saryono, yang didampingi, Kasubid Humas dan Laporan, Yustina Lema, SH
dan Kasubid Bimkemas, Jawas Safrudin,
mengungkapkan pengajuan permohonan pembebasan bersyarat Valens Seran, sudah dikirim ke Jakarta
melalui surat tertanggal 27 Agustus 2010 dengan nomor W17.PK.04.05-994 perihal
pembebasan bersyarat narapidana kasus korupsi atas nama yang bersangkutan.
“Berdasarkan
syarat dan laporan dari LP dan kami sudah mengirim surat ke kementrian terkait
PB yang bersangkutan ini. Jadi bukan kami tidak proses,” ungkap Saryono,
sembari meminta Kasubid Bimkemas, Jawas Safrudin untuk menjelaskan surat
jawaban dari kementiran.
Dan
berdasarkan copian surat jawaban dari Kementrian Hukum dan HAM RI, melalui
Direktorat Jendral pemasyarakatan, menolak surat permohonan pengajuan cuti
bersyarat untuk narapidana Valens Seran di Lapas Klas IIA Dewasa Kupang.
Berdasarkan
surat itu, Safruddin menjelaskan, dirjen menolak pengajuan PB karena yang bersangkutan
tersangkut dua perkara korupsi dimana menurut edaran terbaru dari Dirjen
Pemasyarakatan perhitungan 2/3 masa pidana tidak dapat digabungkan.
“Apalagi
putusan perkara kedua dari MA datang terlambat. Begitu lama kami menunggu
putusan itu. Kita juga berusaha menindaklanjuti surat dari beliau ke Jakarta.
Dan sekarang belaiu sedang menjalani pidana tambahan selama tiga setengah
tahun. Bukan kita yang menghambat tetapi aturan.” ungkap Safrudin. Lebih jauh,
Safrudin menyatakan, untuk Valens Seran akan mendapat cuti menjelang bebas
(CMB) pada tahun 2014 mendatang.
Disinggung
soal acuan PB berdasarkan edaran terbaru dari dirjen dapat berlaku surut,
terkait PB Valens Valens Seran, Saryono menampik tidak dapat berlaku surut. Dan
baik Sfarudin maupun Sandoyo, mengungkapkan sebagai manusia Valens Seran,
berhak mendapatkan apa yang semestinya tetapi sesungguhnya bukan pihaknya yang
menghambat tetapi aturan terbaru yang menjadi kendala. “Saya sependapat dengan
bapa, bahwa edaran itu tidak dapat berlaku surut tetapi dari Dirjen memutuskan
lain. Sebagai manusia kita juga berusaha untuk membantu proses PBnya sesuai
dengan prosedur yang berlaku tetapi aturan yang memang tidak memungkinkan,”
demikian Saryono.(san)
Naskah dan berita ini
ditulis dan dimuat pada Harian Erende POS edisi 24 Juni 2011